03
Januari 2014
KARANGANYAR, suaramerdeka.com – Untuk menjadi karyawan THL (tenaga harian lepas) atau
honorer di lingkungan Pemkab Karanganyar, mereka ternyata harus membayar.
Besarnya bervariasi antara Rp 25 juta sampai Rp 50 juta perorang.
‘’Ya, kami memang membayar. Karena
itu kalau sekarang diberhentikan secara sepihak, tentu kami tidak terima. Kami
akan meminta Kepala Dinas PU untuk mempekerjakan kami lagi,’’ kata Ari, bukan
nama sebenarnya, salah seorang THL.
Namun demikian kepada siapa uang itu
diberikan, dia tidak mau menyebutkan. Yang pasti, orang itu termasuk yang
berpengaruh dan menduduki jabatan cukup tinggi. Dan kenyataannya sejak tahun
2006 dia bisa diterima di instansi itu, sebelum kemudian diberhentikan sejak 1
Januari 2014.
‘’Pokoknya saya membayar dan setelah
itu saya bisa langsung diterima bekerja di Pemkab Karanganyar di lingkungan
Dinas PU. Bahkan saya juga selalu mengenakan seragam sebagaimana layaknya PNS
lainnya,’’ kata dia.
Karena itu jika nanti tetap
dirumahkan dan tidak ada kejelasan, pihaknya mengaku akan siap berdemo dengan
seluruh THL lainnya di Pemkab Karanganyar. Bagaimanapun, mereka menuntut
dipekerjakan lagi.
‘’Kami hanya takut jika diharuskan
mendaftar lagi saat akan dipanggil masuk nanti, kami harus membayar sejumlah
uang lagi. Dari mana kami dapat uang itu, wong honor kami saja sebulan hanya Rp
600.000,’’ lanjut Ari yang mengaku punya istri dan dua anak.
Bupati Juliyatmono mengaku
mengetahui hal itu sejak lama, ketika masih menjadi anggota DPRD. Para THL itu
titipan dari pejabat, bahkan anggota DPRD. Karena itu dia menngaku tidak kaget saat
persoalan itu mencuat.
‘’Saya tahu ada yang membayar
sejumlah uang. Tetapi saya tidak pernah melakukan itu, karena saya tahu aturan.
Tidak mungkin mereka bisa diangkat PNS, sebab peluang itu sudah ditutup sejak
2005,’’ kata dia kepada Suara Merdeka.
Karena itulah jika sekarang para THL
menjadi resah dan meminta penyelesaian, maka dirinya angkat tangan. Sebab itu
semua urusan kepala dinas yang sudah memberikan SK (Surat Keputusan)
mempekerjakan mereka di instansinya.
‘’Jadi kalau ditanya bagaimana penyelesaiannya,
silahkan Kepala Dinas bertanggung jawab. Mereka juga paham aturan itu, tapi
nekat menerima THL. Sekarang atasi sendiri,’’ tegasnya.
Data jumlah THL sendiri amburadul.
Di Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), tercatat ada sekitar 1.400-an THL dari
berbagai instansi. Data itu merupakan data terbaru yang diterima pada tahun
2012 lalu.
‘’Meski bukan menjadi bagian atau
urusannya BKD, kami meminta laporan jumlah THL yang ada di seluruh dinas.
Datanya saat itu sekitar 1.400-an. Mereka dipekerjakan dengan SK dari Kadinas
masing-masing,’’ kata Larmanto, Kepala BKD.
Namun demikian, data BKD ternyata
berbeda dengan data yang diperoleh Bupati Juliyatmono. Dia mengatakan ada
sekitar 2.000-an THL yang tersebar di berbagai instansi. Dan semuanya menjadi
tanggung jawab kepala SKPD tersebut.
Didik Joko Bakdono, Kepala Dinas
Kebersihan dan Pertamanan DKP) mengatakan, di instansinya THL adalah para
penyapu jalanan. Kalau tenaga itu memang sangat dibutuhkan. Jumlahnya sekitar
120-an yang disebar dari Palur hingga Tawangmangu. Ada lagi petugas Pemadam
Kebakaran yang memang memerlukan keahlian khusus.
‘’Meski begitu, mereka diberi honor
yang juga melekat pada proyek yang ada. Karena THL memang diberi honor yang
melekat pada proyek, bukan dari anggaran khusus APBD. Kalau itu dihapus, berat.
Siapa yang mau menyapu jalan ?’’ kata dia.
Memang untuk THL yang dinilai sesuai
dengan kebutuhan, perlakuannya berbeda. Selain DKP ada THL di Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Di sana ada sekitar 40 THL yang tugas
kesehariannya berjaga jika ada bencana, evakuasi mayat, kecelakaan dan lainnya.
( Joko Dwi Hastanto / CN19 /
SMNetwork )